Rilis Tenaga Kerja AS Dan Pengaruhnya Terhadap Laju Kenaikan Fed Rate Hike 2018

Bulan Maret 2018, The Fed digadang-gadang bakal menaikkan suku bunga dalam pertemuan FOMC-nya. Antisipasi ini sejalan dengan kerangka Bank Sentral untuk melakukan Rate Hike 3 kali di tahun 2018. Namun kuatnya data-data ekonomi AS mendorong banyak spekulasi tentang kemungkinan Rate Hike lebih banyak.

Kemungkinan fed rate hike 2018

Nah, laporan ketenagakerjaan yang menjadi salah satu indikator utama dalam pertimbangan Fed, menunjukkan hasil beragam di bulan Maret. Dirilis untuk melaporkan situasi dari bulan sebelumnya (Februari), NFP AS melesat lebih tinggi dari ekspektasi. Angka dari periode sebelumnya pun direvisi naik.

Akan tetapi, data upah justru melambat di bawah prediksi. Hal ini turut diperparah dengan tingkat pengangguran yang memilih stagnan. Padahal, konsensus untuk data tersebut memperkirakan penurunan sebesar 0.1%. Melihat data beragam ini, para analis dan investor mulai menormalisasi pandangan terhadap kenaikan suku bunga AS. Berikut adalah pandangan Rate Hike 2018 Tim Duy, ahli ekonomi dari University of Oregon.

Rate Hike Sesuai Rencana, FOMC Kemungkinan Tetap Hawkish

Dengan pekerjaan yang bertambah jauh melebihi ekspektasi, The Fed seharusnya mengkhawatirkan risiko dari pertumbuhan tak berkelanjutan. Namun melihat Unemployment Rate yang cenderung konsisten dan adanya perlambatan gaji, ekonomi AS tampak belum mencapai Full Employment.

Jika inflasi masih tertekan, maka tak ada alasan bagi Fed untuk menambah kenaikan suku bunga dari apa yang sudah direncanakan. Akan tetapi, perlu diperhatikan juga bahwa meningkatnya keyakinan pada outlook ekonomi, akan menjadi pendorong kuat bagi sentimen hawkish para anggota FOMC di pertemuan bulan Maret 2018.

Di samping itu, pemulihan tingkat partisipasi kerja menunjukkan bahwa perekonomian AS bisa menahan penambahan pekerjaan tanpa risiko Overheating. “Ekonomi tampaknya masih sedikit lebih jauh dari Full Employment, tidak seperti yang diindikasikan oleh estimasi The Fed,” ungkap Duy. Selanjutnya, data upah yang lemah juga tak mampu membuktikan sinyal Full Employment.

Laporan tenaga kerja ini mampu ‘mengendaikan’ Fed untuk tetap di jalur kenaikan suku bunganya. Para pembuat kebijakan yang cenderung skeptis akan terpacu untuk merevisi pandangan mereka.

Di sisi lain, ada kekhawatiran mengenai manajemen risiko yang perlu dicermati, karena bisa mengungkit tekanan pada proyeksi kenaikan suku bunga. The Fed saat ini cenderung mudah percaya jika perekonomian AS telah (setidaknya) mencapai atau bahkan melebihi Full Employment. Anggapan ini kadang juga mengabaikan data upah, inflasi, dan partisipasi kerja yang nyata-nyata tak begitu mendukung.

Ada kekhawatiran tentang “perubahan arah” keadaan yang bisa menjerumuskan ekonomi ke dalam zona bahaya di tahun 2019 dan 2020. Akibatnya, Bank Sentral mencemaskan risiko Overheating yang bisa mengancam kestabilan finansial. Karena itu, kebijakan pengetatan bisa diterapkan lebih agresif untuk mengantisipasi risiko tersebut.

Akhir Kata

Laporan tenaga kerja terbaru dari AS memang beragam. Namun hal itu justru mampu menunjukkan sinyal positif yang menandakan bahwa ekonomi AS mampu menghadapi percepatan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, The Fed lebih mungkin untuk berada di jalur kenaikan suku bunga 3 kali, ketimbang merealisasikan isu 4 kali Rate Hike di tahun ini.

Namun demikian, testimoni Ketua The Fed yang baru, Jerome Powell, telah menandakan jika fokus Bank Sentral adalah menghindari Overheating ekonomi. Bisa dikatakan, The Fed bakal melakukan usaha terbaik mereka untuk membendung risiko, meski harus dengan mengerek estimasi suku bunga selanjutnya, sembari membuka kemungkinan untuk kebijakan pengetatan yang lebih agresif lagi.
Baca Juga: Apa Itu Pasar Komoditi ?

Recent Post

Quotes by TradingView