Mengapa Harga Bitcoin Turun Di Awal 2018?

Harga Bitcoin naik besar-besaran sepanjang tahun 2017, memimpin peningkatan nilai mata uang kripto (Cryptocurrency) lainnya. Namun, memasuki tahun 2018, nilai Bitcoin turun drastis. Di bulan Januari saja, Bitcoin mengalami penurunan lebih dari setengah nilainya; dari 13,763 Dolar AS di awal bulan ke 10,267 Dolar AS di akhir bulan. Mengapa harga Bitcoin turun? Dan apakah ada harapan untuk harga Bitcoin naik kembali?

Mengapa Harga Bitcoin Turun Di Awal 2018

Sebenarnya, penurunan nilai Bitcoin terjadi karena berbagai macam faktor, diantaranya :

1. Masalah Skalabilitas Bitcoin.

Berbicara mengenai sebab mengapa harga Bitcoin turun, tidak akan lepas dari masalah skalabilitas (scalability). Apa maksudnya? Secara sederhana, ini bisa diartikan sebagai kecepatan dan banyaknya eksekusi transaksi untuk dicatat dalam blockchain serta berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk itu.

Dahulu ketika Bitcoin belum begitu viral, pengguna masih sedikit, sehingga transaksi bisa dicatat dengan cepat tanpa perlu biaya besar. Namun seiring dengan perjalanan waktu, kondisi memburuk. Sebagai gambaran, dulu dibutuhkan sekitar beberapa ribu Rupiah saja untuk melakukan satu transaksi; tetapi kini diperlukan lebih dari 700,000 rupiah. Dengan demikian, penggunaan praktis Bitcoin sebagai alat pembayaran menjadi makin terbatas.

2. Masalah Legalitas Bitcoin.

Masalah legalitas sesungguhnya bukan isu baru di dunia kripto. Namun, situasi di awal 2018 cukup kritis, karena sejumlah negara utama yang dihuni pengguna Bitcoin terbesar, memutuskan untuk mengakhiri anonimitas dengan menuntut bursa-bursa kripto memberikan data nasabah. Diantara negara-negara tersebut adalah India dan Korea.

Tak hanya itu, negara-negara seperti China yang notabene merupakan asal pengguna Bitcoin terbesar setelah Amerika Serikat, juga mengetatakan peraturan terkait kripto sejak bulan Desember 2017. Tak heran bila kemudian mengapa harga Bitcoin turun.

3. Diluncurkannya Bitcoin Futures.

Pada akhir tahun 2017, dua pasar berjangka dunia merilis produk baru berupa Bitcoin Futures. Perilisan Bitcoin Futures oleh kedua pasar berjangka tersebut, CME dan CBOE, awalnya diharapkan akan mendorong adopsi Bitcoin oleh peritel konvensional besar seperti Amazon dan lain sebagainya, serta menarik investor institusional ke pasar kripto. Namun, kenyataan justru berbeda.

Untuk memahami pengaruh Bitcoin Futures ini, pertama-tama perlu dipahami bahwa eksistensi pasar berjangka (Futures) adalah memang karena kebutuhan hedging. Akan tetapi, dalam perkembangannya, pasar berjangka justru menjadi wahana spekulasi, karena dimungkinkannya perdagangan dengan leverage dan melakukan shorting, alias menjual suatu produk tanpa membeli barang fisiknya terlebih dahulu. Hal ini menimbulkan sebuah pasar dimana orang-orang bisa mengambil untung dari penurunan harga suatu barang.

Ketika Bitcoin melesat tinggi di tahun 2017, banyak orang sudah menilai bahwa harganya itu sudah naik berlebihan. Bagi pelaku pasar berjangka, ini tentu diterjemahkan sebagai “waktunya untuk shorting”, karena makin tinggi harga, maka makin besar pula keuntungan yang bisa diperoleh dari penurunannya.

4. Kripto Bukan Hanya Bitcoin.

Bitcoin memang suatu brand yang melekat identik dengan Cryptocurrency. Namun, Bitcoin bukanlah satu-satunya kripto yang ada di dunia ini. Justru, Bitcoin merupakan pelopor yang masih banyak kekurangan di sana-sini. Mata uang-mata uang kripto setelahnya, seperti Ethereum, Ripple, dan lain-lain, diciptakan dengan menyempurnakan kekurangan-kekurangan itu.

Jadi, bagi investor yang memiliki pengetahuan memadai, opsi investasi pada mata uang kripto lainnya bisa lebih menarik ketimbang Bitcoin. Apalagi, sejumlah kripto telah dibekingi perusahaan-perusahaan besar yang memastikan sistem akan digunakan secara lebih berkelanjutan; misalnya Ethereum.

5. Biaya Penambangan Bitcoin Meningkat.

Banyak orang jatuh hati pada Bitcoin lantaran himbauan “bisa menambang uang sendiri”. Mereka kemudian membeli perangkat komputer mahal dan mempersiapkan berbagai sarana prasarana untuk melakukan penambangan Bitcoin. Selama beberapa waktu, semuanya berjalan lancar. Apalagi, biaya energi yang dibutuhkan cukup murah karena harga Minyak rendah.

Situasi berubah ketika mereka akan memperluas usahanya, karena kebutuhan energi meningkat, sedangkan suplai yang disediakan pemerintah setempat terbatas. Lebih buruk lagi, banyak negara melarang penambangan dan harga Minyak mulai meningkat di awal tahun 2018, sehingga biaya energi juga diproyeksikan meninggi. Padahal, jika mereka tak mampu lagi menyeimbangkan antara biaya dan output yang dihasilkan, maka terancam gulung tikar.

Demikianlah lima alasan mengapa harga Bitcoin turun di awal tahun 2018. Hingga tulisan dibuat pada awal bulan Februari, harganya masih terus merosot. Namun, bukan tidak mungkin kalau penurunan akan terhenti di masa depan. Apabila masalah skalabilitas dan legalitas Bitcoin dapat terselesaikan, maka pasar akan kembali melirik kelebihan-kelebihan Bitcoin dibanding mata uang biasa yang kita gunakan sehari-hari. Dengan Bitcoin, kita bisa bertransaksi lintas negara kapan saja dan dimana saja dengan mudah; berbeda halnya jika menggunakan mata uang negara tertentu, maka kita perlu repot mencari cara untuk menukarkannya dulu, serta menanggung biaya penukaran yang tidak murah.
Baca juga: Ada Apa Antara Bitcoin, Trump, dan Powel.

Recent Post

Quotes by TradingView