Outlook analis untuk Sterling di tahun 2017 didominasi oleh sentimen bearish. Hasil polling Reuters menyatakan kemungkinan tersebut jelang dimulainya proses pemisahan Inggris dari Uni Eropa yang akan terjadi Maret tahun ini. Tak pelak, survei dari sumber berita forex kenamaan itu memicu kekhawatiran lebih akan penurunan lebih lanjut dari GBP.
Dikhawatirkan Negosiasi Brexit
Dilansir dari berita forex Investing, 17 dari 27 peserta survey dalam polling Reuters berpendapat bahwa Sterling akan melanjutkan pergerakan di sisi negatif. Selain menurunkan proyeksi dari perkiraan Desember silam, mereka juga tak menyinggung negosiasi Inggris dengan Uni Eropa.
Terkait hal tersebut, banyak analis rupanya masih kesulitan menafsirkan arah negosiasi yang akan diambil Inggris. Sebagian besar yang mampu mendapat gambaran meyakini jika May akan rela mempertaruhkan posisi Inggris di pasar tunggal, demi memperjuangkan persoalan imigrasi. Pada gilirannya nanti, tindakan yang dapat ‘membahayakan’ kondisi perdagangan Inggris itu akan ‘melukai’ Poundsterling.
“Risiko kali ini akan membebani pergerakan Sterling, karena proses Brexit merupakan perkara yang tak bisa diprediksi. Namun apabila Inggris nantinya mampu mengamankan posisinya di pasar tunggal, maka GBP akan berhasil pulih,” ungkap Asmara Jamaleh dari Intesa Sanpaolo dalam berita forex terkait.
Berpotensi Lampaui 1.10
Terhadap USD, Cable telah melorot hingga 17% sejak pemilih Brexit memenangkan referendum pada 23 Juni 2016 lalu. Pada berita forex Jum’at ini (6/1) saja, GBP/USD dilaporkan telah menapaki kisaran 1.24. Lantas, sejauh manakah polling Reuters memperkirakan penyusutan Sterling?
Sekitar 60 ahli strategi forex yang disurvei Reuters mengutarakan jika Pound akan terbenam lebih dalam lagi pada pekan ini. Dalam waktu sebulan, GBP/USD bisa menduduki level rendah 1.22, dan terus menurun hingga ke 1.21 di akhir bulan Maret. Sebagai informasi, periode tersebut akan menjadi momen penting bagi Poundsterling, karena berita forex bakal ramai menyorot PM Theresa May yang memulai pemberlakuan Pasal 50, untuk menjalankan program pemisahan Inggris dari Uni Eropa.
“Bahkan setelah data manufaktur Inggris dirilis sangat positif, Sterling tak banyak bertindak untuk menekan Greenback. Hal ini sudah menunjukkan jika faktor politik (akan) lebih mendominasi (sentimen pergerakan GBP),” kata Colin Asher dari Mizuho Securities, dalam berita forex yang mengulas proyeksi analis Poundsterling.
Sosok yang ditengarai sebagai analis GBP paling akurat di Reuters itu juga memperkirakan bila kondisi ini akan berlangsung hampir sepanjang tahun. “Sterling akan sulit dianalisa mengingat posisi negatifnya sangatlah substansial,” demikian tambahnya.
Bergeser ke analisa 6 bulanan, GBP/USD diprediksi akan menutup semester awal 2017 di posisi 1.20. Walaupun tak ada yang berani meramalkan paritas pair tersebut, Poundsterling tetap diproyeksi turun tajam, bahkan berpeluang melewati poin 1.10.
Banyak pihak mengira hal itu bisa terjadi, terutama jika melihat kokohnya outlook Dolar AS di tahun ini. Setelah meramaikan berita forex dengan relinya di tahun 2016, Greenback memang diduga bakal meneruskan trend bullish-nya. Optimisme terhadap rencana pemotongan pajak yang dijanjikan Donald Trump menjadi alasan kuat dibalik kepercayaan tersebut, mengingat keberhasilan penerapan kebijakan itu akan mendorong The Fed untuk menjadi lebih hawkish dan meningkatkan suku bunga lebih cepat.