Penetapan Tarif Impor sebagai Antisipasi Perlambatan Ekonomi Global
Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan bahwa dia siap untuk menaikkan tarif impor untuk menjaga kenaikan defisit perdagangan agar tetap di bawah kendali dan mendorong ekspor di tengah adanya potensi untuk perlambatan global.
Pihak berwenang telah menaikkan tarif impor pada sekitar 1.100 produk tahun lalu setelah rupiah merosot kembali ke masa-masa kecelakaan keuangan Asia pada tahun 1997-1998 silam.
Secara keseluruhan, angka ekspor pertanian dari Indonesia naik sebesar 11,9%, hingga mencapai US $ 355,7 juta pada tahun lalu.
The Jakarta Post mengatakan bahwa angka ekspor buah segar telah mengalami kenaikan tajam sebesar 26,2% dibandingkan dengan tahun lalu.
Baca juga: Jatuhnya Dolar AS Menjadi Kesempatan bagi Peningkatan Rupiah
Saat ini, pertumbuhan ekspor paling dramatis berada pada komoditas buah manggis yaitu bertumbuh sebesar 500% karena saat ini buah tersebut sudah dijual ke Singapura, Thailand, Arab Saudi, Tiongkok, Australia dan negara lainnya.
Pemerintah juga dilaporkan mencabut 291 peraturan yang menghambat kelancaran perizinan.
Bank sentral telah menaikkan suku bunga sebanyak enam kali dalam setengah tahun terakhir dari 4,25% menjadi 6% untuk mendukung rupiah. “Kami akan memastikan bahwa kami akan menggunakan alat fiskal untuk mendukung kegiatan ekspor kami,” kata Sri Mulyani kepada media. “Jika perlu, ketika ekspor tidak bisa mengejar secepat itu… maka Anda harus memiliki kemauan untuk menerima bahwa defisit transaksi berjalan hanya dapat dipersempit dengan cara memotong impor,” tambahnya.
Sri Mulyani Indrawati disebut-sebut sebagai calon pengganti Jim Yong Kim sebagai presiden Bank Dunia.
Indonesia, yang merupakan negara terpadat keempat di dunia, mengumumkan rekor defisit perdagangannya sebesar US $ 8,57 miliar pada pekan lalu karena turunnya ekspor di tengah penurunan permintaan dari Tiongkok.
Tahun lalu, barang-barang kebutuhan pokok berjumlah lebih dari 9% dari total impor, dan berjumlah sebesar 7% pada 2009. Minyak dan gas menyumbang 15,8% impor, turun dari tahun sebelumnya pada angka 19%. Produk online populer, seperti pakaian, alas kaki, dan kosmetik, semuanya tumbuh dengan harga dua digit, menurut Malayan Banking.
Baca juga: Pergerakan Rupiah, Ringgit, Peso, dan Dolar Singapura
Modal keluar dari Indonesia pada tahun lalu dilaporkan telah menarik kenaikan suku bunga di AS. Penurunan rupiah baru-baru ini telah berbalik arah, mengambil kembali sekitar 7% dari nilainya yang rendah pada tahun lalu yaitu Rp15.200 per dolar pada bulan Oktober lalu.
Sri Mulyani mengatakan bahwa pengulangan krisis keuangan di akhir 1990-an tidak mungkin terjadi karena saat ini Indonesia memiliki nilai tukar yang fleksibel, bank sentral yang independen, kekuatan fiskal dan lebih banyak ruang untuk fleksibilitas kebijakan untuk menghindari krisis.
Pendapatan dari sektor e-commerce Indonesia yang baru lahir juga siap mencapai sebanyak empat kali lipat, dari US $ 12,2 miliar pada tahun 2018 menjadi US $ 53 miliar pada tahun 2025.
Sumber: aseanaconomist.com