Sebagian besar mata uang Asia terkurung dalam kisaran perdagangan yang ketat pada hari Kamis lalu yang disebabkan oleh adanya kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan global dan serangkaian data domestik yang suam-suam kuku dari ekonomi regional utama yang membuat selera investor terhadap aset-aset berisiko cukup terkendali.
Suasana waspada menjadi sinyal bagi kemajuan dari diskusi perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok, yang membuat investor khawatir akan prospek solusi damai sebelum batas waktu yang telah ditentukan pada awal Maret mendatang.
Rupiah Indonesia, yang telah terapresiasi sekitar 1,6% sepanjang tahun ini, adalah satu-satunya pemain yang relatif lebih baik, naik hingga 0,3% terhadap dolar menuju level terbaiknya dalam seminggu.
Sementara ringgit Malaysia, rupee India, dolar Taiwan, baht Thailand, dan yuan Tiongkok semuanya terbatas pada kisaran sempit.
Baca juga: Won Memimpin Penurunan Mata Uang Asia terhadap Dolar
Peso Filipina melemah sebanyak 0,3% setelah data menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi negara Asia Tenggara tersebut tergelincir ke laju terendahnya selama tiga tahun pada tahun 2018 lalu, meskipun sempat naik pada kuartal keempat, dan memberikan sedikit alasan bagi bank untuk melanjutkan kenaikan suku bunga.
“Pertumbuhan Filipina di tahun lalu mungkin akan moderat ke level terendahnya dalam tiga tahun ke belakang, yang disebabkan oleh adanya peningkatan inflasi yang mengurangi permintaan domestik di samping memudarnya penarik eksternal yang menguntungkan,” kata Bank Mizuho pada hari Kamis lalu.
Sementara itu, ringgit turun menjelang keputusan kebijakan bank sentral Malaysia di kemudian hari. Diharapkan untuk mempertahankan suku bunga, overnight tidak berubah pada 3,25%, ujar sebuah polling pada Reuters. Langkah terakhir bank sentral dilakukan pada setahun yang lalu, ketika menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin.
Sementara itu, data pemerintah pada hari Kamis menunjukkan indeks harga konsumen Malaysia telah naik sebesar 0,2% pada bulan Desember dari tahun sebelumnya, sesuai dengan laju pada bulan November. Sementara tingkat inflasi tahunan di bulan Desember berada di bawah perkiraan 0,4%, menurut polling Reuters.
Di sisi lain, mata uang Korea Selatan merosot sebagai respons terhadap nada dovish Bank of Korea setelah meninggalkan suku bunga acuan yang stabil, yang memperkuat taruhan pasar bahwa suku bunga akan tetap berada pada level ini untuk beberapa waktu ke depan di tengah memburuknya kondisi perdagangan.
Baca juga: Mata Uang Asia Bertahan sementara Tiongkok Mengambil Langkah Baru
Bank Korea mengakhiri pertemuan tingkat kebijakan pertama pada tahun ini dengan tingkat dasar yang tidak berubah dari angka 1,75%.
Sebuah polling yang dilakukan oleh Reuters terhadap 11 ekonom menyatakan bahwa mereka mengharapkan bank sentral untuk mempertahankan kebijakannya setelah menaikkan suku pada bulan November lalu untuk pertama kalinya dalam setahun.
Investor akan fokus pada revisi yang diharapkan oleh bank sentral terhadap perkiraan pertumbuhannya di kemudian hari, serta komentar Gubernur Lee Ju-yeol tentang ekonomi sebagai petunjuk kebijakan di masa yang akan datang.
Sumber: theedgemarkets.com