Poundsterling terperosok ke level terendah 3 bulan di awal pekan Oktober 2016 meski data manufaktur terpantau apik. Sebabnya masihlah bersumber dari efek pasca-Brexit yang mencuatkan update terbaru seputar dimulainya proses pemisahan Inggris dari Uni Eropa. Bagaimana kabar ini mampu membenamkan GBP hingga sedemikian rupa? Inilah berita forex terhangat dari negeri Ratu Elizabeth sebagaimana dirangkum dari berbagai sumber.
GBP/USD mencatat pelemahan lebih dari 1% terhadap USD ke level 1.2845, yang membuatnya nyaris mengunjungi kembali posisi terendah 31 tahun terakhi. Area tersebut disambangi pair GBP/USD bulan Juli lalu, tak lama selepas cakrawala berita forex dihebohkan oleh referendum Brexit 23 Juni silam. Terhadap Euro, GBP juga memperlihatkan kemunduran hingga 1%, yang tampak dalam penguatan posisi EUR/GBP ke poin 0.8725.
PMI Manufaktur Gilang-gemilang
Data fundamental Inggris yang mengiringi anjloknya Sterling sebetulnya memperlihatkan hasil positif. PMI manufaktur negeri tersebut menjulang lebih baik dari ekspektasi ke angka 55.4 dari level sebelumnya di 53.3. Sebagaimana telah diungkap dalam berbagai berita forex yang mendahului rilisnya, analis memperkirakan data tersebut bakal merosot ke kisaran 52.1. Sebagai catatan, peningkatan PMI manufaktur Inggris kali ini merupakan rekor tertinggi 2 tahun, dan sempat menstabilkan pasar London di awal sesi.
Pasar Takutkan Pemberlakuan Pasal 50
Namun demikian, kekhawatiran pasar tetap tak dapat disembunyikan hingga akhirnya benar-benar menjungkalkan Cable. Dampak lebih besar yang mendominasi sentimen pasar kali ini datang dari pernyataan PM Inggris Theresa May, yang mengindikasikan kesiapannya untuk memulai langkah-langkah pemisahan Inggris dari kesatuan Uni Eropa. Dalam pidatonya di acara konferensi tahunan Partai Konservatif, May mengklaim bila inilah saatnya untuk “segera mengerjakan tugas” itu. Tak ayal, hal inipun segera mengguncang para pemerhati berita forex dunia.
Jika sosok yang menggantikan David Cameron tersebut jadi mengimplementasikan Pasal 50 dari Perjanjian Lisbon yang berurusan dengan proses pemisahan Inggris, diperkirakan hal tersebut akan terlaksana akhir kuartal pertama tahun depan. Apabila benar-benar dilangsungkan, maka selama 2 tahun berikutnya, wacana berita forex akan menampilkan situasi Inggris yang memasuki periode pembenahan untuk menyelesaikan urusan pemisahan dari Uni Eropa.
Tak main-main, kerepotan yang disebabkan hal tersebut diramalkan bakal menjadi urusan paling kompleks di Eropa sejak Perang DUnia II. Ditambah lagi, lepasnya Inggris dari naungan Uni Eropa juga akan sangat berpengaruh bagi hubungan perdagangan negeri tersebut, dengan negara-negara dalam kawasan yang selama ini menjadi partner trading terbesarnya. Dengan demikian, jelaslah bahwa berita forex tentang indikasi langkah pemisahan itu dapat berefek besar bagi pergerakan GBP.
Menanggapi permasalahan di atas, BNP Paribas dalam suatu berita forex mengungkapkan bahwa “Pasar tampak sedikit tertegun dengan pidato Theresa May, yang mungkin menandakan jika negosiasi selanjutnya akan dimulai dengan diskusi yang tidak menyertakan keinginan mereka untuk terlibat dalam single market… Masih sangat sedikit informasi yang bisa diperoleh tentang langkah pemerintah terkait pemberlakuan Pasal 50 ini. Jadi untuk sementara waktu, wajar bila Sterling terus berperilaku sensitif terhadap kabar apapun.”