Analisa Dampak Krisis Turki Di Pasar Forex
Sejak akhir pekan lalu, krisis Turki menghiasi berita-berita forex, hingga disebut-sebut mengakibatkan nilai tukar Euro dan kurs mata uang-mata uang negara berkembang merosot terhadap Dolar AS. Namun, ada juga pakar-pakar yang mengatakan kalau efek krisis Turki saat ini hanya terbatas saja. Bagaimana sebenarnya dampak krisis Turki di pasar forex?
Latar Belakang Krisis Turki
Krisis Turki yang pecah pada bulan Agustus 2018 ini ditandai oleh anjloknya nilai tukar Lira Turki, inflasi yang tinggi, dan meningkatnya kekhawatiran akan gagal bayar utang (default) oleh perusahaan-perusahaan di kawasan tersebut. Penyebabnya disinyalir defisit Current Account dan utang luar negeri yang terlalu tinggi, serta sikap otoriter Presiden Erdogan dalam mengintervensi kebijakan bank sentralnya.
Nilai tukar Dolar AS terhadap Lira Turki (USD/TRY) melonjak dari bawah 5.0000 pada bulan Juli menjadi nyaris 7.0000 per hari Senin kemarin (13/Agustus). Kejatuhan Lira disusul oleh mata uang lainnya, termasuk Euro dan mata uang negara berkembang. Kurs Rupiah terhadap Dolar AS melorot ke 14,576; terburuk sejak Oktober 2015. Sementara itu, nilai EUR/USD merosot hingga 1.1388 pada hari Senin, level terendah sejak bulan Juli 2017.
Proyeksi Dampak Krisis Turki Terhadap Euro
Analis dari bank investasi Nomura menyatakan bahwa kemerosotan Lira di tengah krisis Turki memicu kekhawatiran investor mengenai imbasnya (contagion effect) ke kawasan Zona Euro, karena keduanya merupakan mitra erat di bidang sosial-politik, perdagangan, maupun keuangan. Sejauh ini dampak krisis Turki memang belum nampak, tetapi jika tak mampu ditangani dengan baik maka dapat meluas ke Euro karena tiga faktor:
Baca juga : Dampak Konflik AS-Turki: Peran Dolar, Yen, Franc, Dan Emas Sebagai Safe Haven
1. Besarnya eksposur perbankan Eropa pada sektor bisnis Turki.
Menurut data terbaru dari Bank of International Settlement, eksposur bank-bank asing di Turki mencapai USD223 Miliar per akhir kuartal I/2018. Sekitar 80% diantaranya terkonsentrasi pada bank-bank di tiga negara: Spanyol, Prancis, dan Italia, yang semuanya berada termasuk Zona Euro. Apabila kasus gagal bayar di Turki mengakibatkan masalah likuiditas pada bank-bank tersebut, maka dapat menggoyahkan stabilitas finansial Zona Euro.
2. Hubungan dagang antara Turki-Zona Euro.
Ekspor jasa Zona Euro ke Turki hanya sedikit, sekitar 1.1% dibandingkan total ekspor pada tahun 2016. Demikian pula ekspor barang hanya 2.9% dibanding keseluruhan ekspor Zona Euro ke kawasan lain. Andaikan pertumbuhan Turki melorot 10%, maka ekspor Zona Euro bisa jatuh sekitar 0.25%, dan itu hanya mencakup sepersepuluh dari GDP. Hal ini tidak akan menghentikan pertumbuhan Zona Euro, tetapi dapat memperlambat pemulihan ekonomi kawasan.
3. Dampak politik dari bidang migrasi.
Selama ini, Turki ditugasi untuk menjadi “penjaga gerbang” yang membatasi arus imigran masuk ke Zona Euro. Namun, jika krisis menghambat Turki menjalankan tugas tersebut, maka arus imigran yang lebih besar bisa tumpah ke benua Eropa. Pada gilirannya, konflik antara masyarakat asli dan imigran bisa meningkatkan popularitas partai-partai sayap kanan yang anti-imigran anti-Euro.
Secara keseluruhan, dampak krisis Turki terhadap Euro terbatas, tetapi bisa mempengaruhi kebijakan ekonomi pemerintah di kawasan Euro maupun kebijakan moneter ECB (bank sentral Euro).
Proyeksi Dampak Krisis Turki Terhadap Dolar AS
Salah satu pencetus krisis Turki saat ini adalah tindakan Amerika Serikat mengenakan bea impor besar dan ancaman mereka untuk mengenakan sanksi tambahan apabila Turki terus mempertahankan hubungan dagang dengan Iran. Hal ini menyebabkan Lira anjlok, tetapi Dolar AS menguat karena dianggap para investor sebagai aset yang lebih aman. Dalam dua pekan terakhir setelah pecahnya krisis Turki, Indeks Dolar AS telah naik hingga mencapai lebih dari 96.00, tertinggi sejak Juli 2017.
Baca juga : Lira Turki Mencapai Rekor Terendah Setelah Akses Bebas Bea
Secara fundamental, potensi dampak krisis Turki terhadap Euro dan Dolar AS ini menciptakan kondisi bearish pada pasangan mata uang EUR/USD yang paling banyak diperdagangkan trader di pasar forex. Padahal, secara teknikal, EUR/USD juga belum menampakkan tanda-tanda akan berbalik naik.
Perhatikan posisi harga EUR/USD terakhir pada grafik timeframe Weekly di atas. Pekan ini, Candle harga telah jatuh ke bawah garis Moving Average 100 yang menandai tren jangka panjang. Apabila EUR/USD sepanjang pekan ini tak mampu naik ke atas ambang 1.1500, maka breakout ke bawah dari MA-100 tersebut akan menandai awal dari tren bearish berkelanjutan.