Jatuhnya Dolar AS Menjadi Kesempatan bagi Peningkatan Rupiah
Gambaran Mata Uang Asean – Dolar AS, Fed, S&P 500, Bank Indonesia, Rupiah
- Indonesia lebih berhati-hati terhadap ‘risiko perdagangan’ yang diinduksi oleh Fed pada pekan lalu akan benefitnya terhadap mata uang ASEAN
- Sementara Dolar AS sedang melemah, Bank Indonesia akan membuka pintu investasi untuk meningkatkan nilai rupiah
- Fed yang bergantung pada data pada umumnya lebih sulit diprediksi. Data menunjukkan adanya risiko untuk Peso dan Ringgit
Mata uang ASEAN secara umum sedang mengalami minggu yang cerah berkat adanya arus berita yang mendukung dari AS. Di sana, Dolar AS menurun karena The Fed menekankan pentingnya ketergantungan terhadap data. Saham naik karena S&P 500 mencapai kemenangan beruntun sejak September 2018 dengan suasana pasar yang juga terus membaik, terlepas dari hasil diskusi perdagangan antara Tiongkok dan AS yang belum pasti, dan pelunakan inflasi Tiongkok. Wakil Perdana Menteri Tiongkok, Lie He, dijadwalkan untuk mengunjungi AS pada akhir Januari untuk melanjutkan diskusi perdagangan yang sebelumnya dilakukan di Beijing.
Melihat apa yang diharapkan oleh pasar-pasar baru di kawasan Asia Tenggara pada minggu ini, data perdagangan Indonesia akan diperoleh bersamaan dengan pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia nanti. Hal tersebut penting karena Bank Indonesia tidak mengubah suku bunganya kembali pada akhir Desember lalu. Dapat terlihat bahwa tingkat kebijakan konsisten dengan upaya untuk menurunkan defisit neraca berjalan.
Baca juga: Rupiah Berusaha untuk Melampaui Rupee
Neraca perdagangan, atau ekspor neto, adalah komponen utama dari neraca berjalan. Jika defisit perdagangan menyusut, hal tersebut akan sejalan dengan apa yang telah diantisipasi oleh bank sentral. Bank Indonesia juga memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak dua kali pada tahun ini di mana harga pasar sepenuhnya akan anjlok. Fed yang sedang berhati-hati dan Dolar AS yang sedang melemah telah mengurangi tekanan pada pasar negara berkembang dengan jumlah utang luar negeri yang tinggi.
Akibatnya, hal ini memungkinkan bagi Bank Indonesia untuk mengakumulasi cadangan devisa (lihat grafik di bawah) karena mata uangnya naik dalam beberapa minggu terakhir ini. Tetapi, bank sentral masih melihat rupiah sebagai undervalued.
Maka dari itu, mungkin hal tersebut membuat Indonesia membuka lebar pintu investasinya sebagai upaya mendorong Rupiah untuk menjadi lebih tinggi lagi. Namun, Fed yang bergantung pada data juga tetap perlu diperhatikan, karena garis-garis data yang cerah dari AS dapat dengan mudah menghidupkan kembali taruhan hawkish.
Baca juga: Pergerakan Rupiah, Ringgit, Peso, dan Dolar Singapura
Sehubungan dengan aspek tersebut, perlu diwaspadai mengenai inflasi grosir AS, penjualan ritel, dan pembicaraan Fed. Aliran berita ekonomi domestik masih cenderung berkinerja relatif rendah terhadap ekspektasi para ekonom, tetapi dengan margin yang semakin kecil.
Dengan demikian, risiko penurunan mata uang seperti Ringgit Malaysia merupakan data yang cerah bagi AS. Melambatnya pertumbuhan ekonomi, baik dari AS dan Tiongkok, juga dapat menjadi pertanda buruk bagi harga minyak untuk kepentingan para negara importir minyak seperti Filipina dan nilai mata uang Peso.
Sumber: dailyfx.com