Ada Apa Antara Bitcoin, Trump, Powell
Menjelang akhir tahun 2017, pasar forex diramaikan oleh beragam isu penting yang bergantian memicu pergerakan harga di berbagai pair. Di antara banyaknya isu fundamental tersebut, muncul 3 nama dominan yang diprediksi masih akan memainkan banyak peran dalam jangka waktu ke depan. Jika tidak siaga, trader bakal kerepotan menghadapi dampak signifikan yang bisa ditimbulkan masing-masing faktor. Apa sajakah ketiga penggerak pasar tersebut? Jawab nya antara bitcoin, trump, powell.
1. Bitcoin
Dalam waktu beberapa tahun terakhir, pasar mata uang digital memang terus menampakkan pertumbuhan mengesankan. Puncaknya, Bitcoin sebagai mata uang kripto unggulan mencatatkan rekor penguatan hingga ke level $7000 per 1 BTC, sehingga mampu menggaet atensi penuh dari para pelaku pasar di tahun 2017.
Kenaikan sebesar 650% itu disambut beragam. Ada yang menganggapnya sebagai bubble, namun tak sedikit pula yang menilai potensi Bitcoin secara serius. Jika dilihat pada chart di bawah ini, terlihat bahwa penguatan Bitcoin bukanlah sebuah lonjakan yang tiba-tiba terjadi, melainkan reli yang telah terbentuk secara bertahap dalam sebuah uptrend.
Di samping pola pertumbuhan harga, potensi Bitcoin juga bisa dibuktikan dari semakin banyaknya institusi global yang mengadopsi penggunaannya. Sebagai contoh, perusahaan finansial Fidelity dan USAA kini menyediakan akses pada klien untuk mengecek aset Bitcoin di situs mereka. Bursa CME (Chicago Mercantile Exchange) bahkan mengumumkan rencana penawaran kontrak futures Bitcoin di akhir tahun. Tak heran, semakin banyak investor kini berbondong-bondong untuk menjelajah dan berinvestasi di pasar Bitcoin.
Dalam prakteknya, posisi Bitcoin mirip seperti Emas yang berlawanan dengan Dolar AS. Hal ini terbukti dari ‘pelarian’ investor ke Bitcoin yang memicu penguatan harga mata uang kripto tersebut setiap kali muncul prahara geopolitik yang mengguncang kestabilan USD.
2. Reformasi Pajak Trump
Setelah bertahun-tahun lamanya dibiarkan tanpa mengalami perubahan besar, kebijakan pajak AS akhirnya akan dirombak oleh pemerintahan Trump. Kongres dan Presiden Trump mengkonfirmasi jika mereka akan merancang perubahan besar-besaran untuk mengimplementasikan pemotongan pajak termasif dalam sejarah AS.
Jika disetujui, rencana kebijakan tersebut akan memangkas banyak pendapatan negara, mengingat penerapan juga diberlakukan di level korporasi. Tak tanggung-tanggung, pajak yang semula mencapai 35%, tertinggi dari seluruh negara anggota OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), akan diturunkan menjadi 20% saja. Kebijakan tersebut akan langsung berlaku dan bersifat permanen.
Salah satu tujuan pemotongan pajak ini adalah untuk ‘memulangkan’ aset perusahaan domestik yang sengaja disimpan di luar negeri untuk menghindari pajak. Menurut perhitungan pemerintah, total aset yang dimiliki perusahaan AS di luar negeri sudah mencapai $2.5 triliun.
Perkembangan reformasi pajak ini cukup diantisipasi karena sebelumnya Trump telah gagal mengganti Obamacare dengan kebijakan barunya. Adanya progres akan menjadi berita positif bagi USD, sedangkan isu mengenai hambatan, kebuntuan, ataupun penundaan reformasi pajak bisa membebani pergerakan Greenback.
3. Jerome Powell
Sosok pilihan Donald Trump untuk menggantikan posisi Janet Yellen sebagai Ketua The Fed ini telah ramai disebut-sebut di berbagai media dalam beberapa bulan terakhir. Tidak hanya karena latar belakangnya yang minim gelar di bidang ekonomi, tetapi juga akibat pandangan dovish yang secara unik ia paparkan dengan bias netral.
Jika ia benar disetujui Kongres dan terpilih sebagai Ketua The Fed baru, Jerome Powell akan menjadi nama yang selalu dicari-dari dalam beberapa tahun ke depan. Sosok yang berpengalaman menjadi bankir di Carlyle Group itu diketahui mendukung rencana Yellen untuk berhati-hati dalam memperketat kebijakan moneter, tapi juga sejalan dengan visi Donald Trump untuk mencanangkan deregulasi.
Sejauh ini, Dolar AS merespon terpilihnya Powell dengan cukup positif. Meski dikenal dovish, pandangan Powell yang seirama dengan pemerintah dinilai bisa mengamankan perekonomian AS dari konflik internal.